Assalamu’alaikum...
Blog-ku Sayang Blog-ku Malang.
Mungkin kalimat itu yang pantas untuk menggambarkan nasib Blog saya
saat ini.
Lha bagaimana tidak, sudah 5 tahun tidak ada aktivitas sama sekali.
Maafkanlah aku Blog-ku...
Ayo dong Jo lebih semangat lagi nulisnya, lebih greget gitu! #Menyemangati
diri sendiri.
Kenapa tidak ada aktivitas sekian tahun di Blog-mu sih Jo,
Why?
Yaa..., belum ada wangsit buat nulis aja hhe...
Baiklah sebagai permintaan maaf, aku akan posting hasil tour kecil-kecilan dengan teman-teman di
komunitas @soerakartawalkingtour. Simak ya! Dan semoga berkenan. : )
Walking
Mangkunegaran #soerakartawalkingtour
Sabtu (16/02/2019) saya dan teman-teman @soerakartawalkingtour
jalan-jalan di seputaran Pura Mangkunegaran. Tour ini dipandu 2 guide
keren yaitu mas Apri dan mas Nino. Dan
hebatnya lagi tour ini tidak dipatok
harus bayar sekian puluh ribu lho, alias Pay as you wish.
Titik temu di Pasar Tri Windu pukul 09.00 WIB.
Setelah menunggu kurang lebih 30 menit, dan semua peserta soerakarta
walking tour kumpul (total ada 25-an), tour
pun dimulai.
Tempat pertama yang kita kunjung adalah ya tempat titik temu kita
kumpul yaitu Pasar Tri Windu. Nah.. di sini Mas Apri dan Mas Nino menyampaikan sedikit
sejarah Pasar Tri Windu bahwa Pasar Tri Windu ini pertama kali digagas untuk
meramaikan acara naik tahta Adipati
Sri Mangkunegara
VII yang ke 24 atau dalam istilah Jawa ke tiga windu atau tri windu, dimana
satu windu dalam hitungan Jawa ada 8 tahun. Jadi, 3 kali 8 tahun. Dan Pasar Tri
Windu juga sering disebut dengan nama Pasar Windu Jenar. Kata Jenar memiliki
arti merah, kuning emas.
Oke, dari pasar Tri Windu kita bergerak ke arah utara kurang lebih
100 meter. Kita berhenti tepat di depan SMPN 5 Surakarta. Di sini Mas Apri memberi
tahu bahwa SMPN 5 Solo atau dikenal juga dengan sebutan SMP Buto ini pada masa
Mangkunegara VII digunakan sebagai Sekolah Menengah Putri Mangkunegaran. Dari
politik Etis yang digagas oleh Pemerintah Belanda sebagai bentuk balas budi
kepada rakyat Indonesia inilah muncul pendidikan di Mangkunegaran. Dimana
Politik Etis memiliki program utama yaitu edukasi (pendidikan), emigrasi
(perpindahan penduduk), dan irigasi (pengairan). Sekolah Menengah Putri
Mangkunegaran (sekarang SMPN 5) ini berdiri di atas tanah ndalem (rumah)
Pangeran Natadiningrat yang memiliki luas tanah kurang lebih 7.500 meter2
dibeli dengan harga 20.000 Gulden (sekarang kalau dikonversi dengan nilai
mata uang rupiah sebesar ... Lupa hhe... sepertinya mas Apri menyampaikan tapi
saya gagal fokus... maaf..., ya cari sendiri gih di internet hhe...!).
Lanjutlah kita ke titik selanjutnya, tidak jauh dari SMPN 5, kita
ditunjukan sebuah bangunan bergaya khas Kolonial Belanda, konon bangunan
tersebut berfungsi sebagai Gardu Listrik. Kata mas Apri menurut sejarah listrik
mulai masuk ke Jawa pada awal abad ke-20. Jadi semenjak ada listrik sepanjang jalan
di depan Kadipaten Mangkunegaran menjadi tempat berkumpulnya warga. (Ya..
kalau jaman sekarang tempat kongko-kongko gitulah...).
Ohh ya... mohon maaf teman-teman, tiga titik awal “perjalan asik” (soerakartawalkingtour)
ini tidak ada dokumentasi fotonya. :’(
Baru ngeh punya Blog dan kepikiran perjalanan ini harus saya tulis dan post
di Blog pas sampai di titik berikutnya yaitu di Pamedan Mangkunegaran.
Di Pamedan Mangkunegaran ini dijelaskan arti dari Pamedan itu
sendiri, adalah hamparan
tanah lapang yang luas. Letaknya berada di depan, sebelum masuk ke halaman
dalam Pura Mangkunegaran. Di Pamedan inilah prajurit Mangkunegaran berlatih.
Ketika di Pamedan Mangkunegaran peserta tour
mendapat cerita dari Mas Apri bahwa dulu Gusti Raden Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngasarati
Kusumawardhani yang lebih akrab dikenal dengan nama Gusti Noeroel (putri tunggal dari
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII) pernah membuka acara
pertandingan sepakbola di Pamedan Mangkunegaran (Mas Apri sampai melihatkan foto dokumen ketika itu lho, sepertinya
hasil print out Mas Apri sendiri di atas kertas A4 HVS yang telah disiapkan
dari rumah). Dan sampai sekarang di Pamedan Mangkunegaran sering dipakai
untuk pertunjukan seni. Belum lama ini wajah Pamedan Mangkunegaran mendapatkan
sedikit polesan, jadi tanah lapang luas tersebut yang dulunya tanah berumput
sekarang dipasang paving dan ada panggung terbuka di sebelah timur. Oh ya, satu
informasi lagi yang disampaikan Mas Apri bahwa dulu di belakang terminal ada
sebuah jalan dengan nama Jalan Tagore. Nah… nama jalan Tagore itu ternyata
diambil dari nama sahabat dekat Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII
dari India yang bernama Rabindranath Tagore.
Foto inilah
yang diperlihatkan Mas Apri kepada kami. Pojok kanan atas merupakan Gedung Kavallerie-Artillerie pada saat itu.
Lanjut ke titik berikutnya kita menuju sebuah gedung kecil bergaya
Belanda yang bertuliskan Kavallerie-Artillerie
yang terletak di sebelah timur Pamedan Mangkunegaran. Gedung Kavallerie-Artilierie ini
dibangun pada tahun 1874 semasa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Arya Mangkunegara IV. Bangunan bersejarah yang memiliki gaya arsitektur Indische Empire
ini dulunya digunakan sebagai tangsi Legiun Mangkunegaran.
Gedung
Kavallerie-Artillerie tampak dari depan.
Foto saya ambil dari atas
panggung terbuka di sebelah timur Pamedan Pura Mangkunegaran.
Kami melanjutkan langkah kaki menuju sebuah bangunan
yang diberi nama Panti Putro yang terletak di samping Pura Mangkunegaran. Panti
Putro merupakan tempat tinggal calon putra mahkota. Dan di sebelah barat
terdapat bangunan yang disebut dengan Prangwedanan yang juga digunakan untuk
kegiatan penunjang sang putra mahkota. Bedanya kalau Panti Putro untuk putra
mahkota yang belum baligh (kanak-kanak hingga remaja). Sedangkan Prangwedanan
untuk yang sudah baligh (Masa remaja menginjak dewasa). Di pendopo Prangwedanan
sering diselenggarakan pertunjukan seni tari tradisional khas Mangkunegaran
setiap Sabtu pon.
Seluruh peserta tour soerakartawalkingtour foto bersama di depan Panti Putro Pura Mangkunegaran.
Pagar depan bangunan
Prangwedanan.
Di halaman Panti Putro mas Apri dan Mas Nino juga
sedikit bercerita Mangkunegara VI yang mempunyai nama kecil Soeyitno. Mas Apri
sempat memperlihatkan kepada kami foto beliau dari sebuah buku kecil lawas yang
dibawa Mas Apri. Ya.. dikarenakan kedua guide tour kita ini punya sense of humor
yang tinggi, ehh begitu memperlihatkan foto Mangkunegaran VI dari buku itu
spontan Mas Apri bilang “lihat bayar 2 ribu…” Hha… Memang sesekali kita
juga bercanda, jadi perjalanan menapaki jejak sejarah tempo dulu tidak terasa
membosankan.
Foto K.G.P. Ad Ario
Mangkunegara ke VI.
Sumber: dari Buku koleksi pribadi Mas Apri (tour guide
kami).
Tepat di siang hari yang terik kita sampai di titik
selanjutnya, yaitu Taman Ujung Puri yang begitu sejuk. Sambil rehat dan ngadem sejenak kita mendapatkan
keterangan dari Mas Apri bahwa Taman Ujung Puri ini dibuat untuk Gusti Noeroel.
Dan untuk pertama kalinya saya tahu disudut Pura Mangkunegara ada sebuah taman
kecil yang begitu hijau dan asri. Ya, karena letaknya berada di ujung dari Pura
Mangkunegaran sehingga taman ini diberi julukan Taman Ujung Puri.
Taman Ujung Puri Pura
Mangkunegaran.
Next… kita menuju Masjid Al-Wustho atau Masjid Mangkunegaran. Masjid
ini dibangun secara modern pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII
(1916-1944) dengan melibatkan arsitektur Belanda bernama Herman Thomas. Bangunan
masjid memadukan arsitektur Jawa dan Eropa. Pemberian nama Al wustho pada
masjid Mangkunegaran dilakukan pada tahun 1949 oleh Bopo Panghulu Puro
Mangkunegaran Raden Tumenggung KH. Imam Rosidi.
Pintu gerbang
menuju Masjid Al-Wustho.
Sebelum menujut titik terakhir sebetulnya ada
sebuah bangunan peninggalan Pura Mangkunegaran. Tepatnya di pojok Perempatan
Pura Mangkunegeran yang depannya ada Lokomotif kereta api itu lho… mungkin
teman-teman ada yang tahu? Sayangnya saya terlewat menyimak…duuhh… maafkan saya
ya teman-teman. (Oh barangkali nanti bisa
DM Mas Apri kali ya… tanya-tanya lagi hhe…)
Oke, Titik terakhir soerakartawalkingtour kali ini adalah Monumen Persatuan Guru
Republik Indonesia yang terletak di halaman SMPN 10 yang satu kompleks dengan
SMPN 3 dan SMPN 5 Surakarta yang berbentuk sebuah tugu. Tak ada
keterangan yang menjelaskan tentang tugu tersebut. Hanya di bagian
lainnya dapat ditemukan prasasti bertuliskan huruf Jawa. Isinya semboyan Ki
Hajar Dewantara, yakni 'Ing Ngarsa Sung
Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani'. “PGRI” pertama kali
dibentuk pada 25 November 1945 di Surakarta. Selain Monumen terdapat pula aula
PGRI yang separuh berada di SMPN 3 dan separuhnya lagi di SMPN 10. Di aula itu
lah dulu digunakan sebagai tempat Kongres PGRI pertama, menyusun AD/ART,
membentuk kepengurusan.
Tugu Monumen PGRI
Aula PGRI
Oke Kawan… selesai sudah ya tour kali ini. Nah untuk teman-teman
yang ingin ikut walkingtour keliling
di kota Surakarta dan sekitarnya pantau saja terus Instagramnya
#soerakartawalkingtour ya… Apa nama instagramnya
Jo? Nama Instagramnya ya @soerakartawalkingtour hehe… :D
Dan… oh ya mohon koreksi ya teman-teman kalau
ada kesalahan informasi, serta saran dan kritis senantiasa penulis terima
dengan segala suka cita hehe…Maaf tulisannya masih berantakan. Sampai jumpa dicerita selanjutanya ya… ; )
#soerakartawalkingtour
#Morethanajourney
Wassalamu’alaikum