Kamis, 21 Februari 2019

Jalan-Jalan Asyik Di Seputaran Pura Mangkunegaran


Assalamu’alaikum...

Blog-ku Sayang Blog-ku Malang.
Mungkin kalimat itu yang pantas untuk menggambarkan nasib Blog saya saat ini.
Lha bagaimana tidak, sudah 5 tahun tidak ada aktivitas sama sekali.
Maafkanlah aku Blog-ku...

Ayo dong Jo lebih semangat lagi nulisnya, lebih greget gitu! #Menyemangati diri sendiri.

Kenapa tidak ada aktivitas sekian tahun di Blog-mu sih Jo, Why?

Yaa..., belum ada wangsit buat nulis aja hhe...

Baiklah sebagai permintaan maaf, aku akan posting hasil tour kecil-kecilan dengan teman-teman di komunitas @soerakartawalkingtour. Simak ya! Dan semoga berkenan. : )

Walking Mangkunegaran #soerakartawalkingtour

Sabtu (16/02/2019) saya dan teman-teman @soerakartawalkingtour jalan-jalan di seputaran Pura Mangkunegaran. Tour ini dipandu 2 guide keren yaitu mas Apri dan mas Nino. Dan hebatnya lagi tour ini tidak dipatok harus bayar sekian puluh ribu lho, alias Pay as you wish.

Titik temu di Pasar Tri Windu pukul 09.00 WIB.

Setelah menunggu kurang lebih 30 menit, dan semua peserta soerakarta walking tour kumpul (total ada 25-an), tour pun dimulai.

Tempat pertama yang kita kunjung adalah ya tempat titik temu kita kumpul yaitu Pasar Tri Windu. Nah.. di sini Mas Apri dan Mas Nino menyampaikan sedikit sejarah Pasar Tri Windu bahwa Pasar Tri Windu ini pertama kali digagas untuk meramaikan acara naik tahta Adipati Sri Mangkunegara VII yang ke 24 atau dalam istilah Jawa ke tiga windu atau tri windu, dimana satu windu dalam hitungan Jawa ada 8 tahun. Jadi, 3 kali 8 tahun. Dan Pasar Tri Windu juga sering disebut dengan nama Pasar Windu Jenar. Kata Jenar memiliki arti merah, kuning emas.

Oke, dari pasar Tri Windu kita bergerak ke arah utara kurang lebih 100 meter. Kita berhenti tepat di depan SMPN 5 Surakarta. Di sini Mas Apri memberi tahu bahwa SMPN 5 Solo atau dikenal juga dengan sebutan SMP Buto ini pada masa Mangkunegara VII digunakan sebagai Sekolah Menengah Putri Mangkunegaran. Dari politik Etis yang digagas oleh Pemerintah Belanda sebagai bentuk balas budi kepada rakyat Indonesia inilah muncul pendidikan di Mangkunegaran. Dimana Politik Etis memiliki program utama yaitu edukasi (pendidikan), emigrasi (perpindahan penduduk), dan irigasi (pengairan). Sekolah Menengah Putri Mangkunegaran (sekarang SMPN 5) ini berdiri di atas tanah ndalem (rumah) Pangeran Natadiningrat yang memiliki luas tanah kurang lebih 7.500 meter2 dibeli dengan harga 20.000 Gulden (sekarang kalau dikonversi dengan nilai mata uang rupiah sebesar ... Lupa hhe... sepertinya mas Apri menyampaikan tapi saya gagal fokus... maaf..., ya cari sendiri gih di internet hhe...!).

Lanjutlah kita ke titik selanjutnya, tidak jauh dari SMPN 5, kita ditunjukan sebuah bangunan bergaya khas Kolonial Belanda, konon bangunan tersebut berfungsi sebagai Gardu Listrik. Kata mas Apri menurut sejarah listrik mulai masuk ke Jawa pada awal abad ke-20. Jadi semenjak ada listrik sepanjang jalan di depan Kadipaten Mangkunegaran menjadi tempat berkumpulnya warga. (Ya.. kalau jaman sekarang tempat kongko-kongko gitulah...).

Ohh ya... mohon maaf teman-teman, tiga titik awal “perjalan asik” (soerakartawalkingtour) ini tidak ada dokumentasi fotonya. :’(

Baru ngeh punya Blog dan kepikiran perjalanan ini harus saya tulis dan post di Blog pas sampai di titik berikutnya yaitu di Pamedan Mangkunegaran.

Di Pamedan Mangkunegaran ini dijelaskan arti dari Pamedan itu sendiri, adalah hamparan tanah lapang yang luas. Letaknya berada di depan, sebelum masuk ke halaman dalam Pura Mangkunegaran. Di Pamedan inilah prajurit Mangkunegaran berlatih. Ketika di Pamedan Mangkunegaran peserta tour mendapat cerita dari Mas Apri bahwa dulu Gusti Raden Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawardhani yang lebih akrab dikenal dengan nama Gusti Noeroel (putri tunggal dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII) pernah membuka acara pertandingan sepakbola di Pamedan Mangkunegaran (Mas Apri sampai melihatkan foto dokumen ketika itu lho, sepertinya hasil print out Mas Apri sendiri di atas kertas A4 HVS yang telah disiapkan dari rumah). Dan sampai sekarang di Pamedan Mangkunegaran sering dipakai untuk pertunjukan seni. Belum lama ini wajah Pamedan Mangkunegaran mendapatkan sedikit polesan, jadi tanah lapang luas tersebut yang dulunya tanah berumput sekarang dipasang paving dan ada panggung terbuka di sebelah timur. Oh ya, satu informasi lagi yang disampaikan Mas Apri bahwa dulu di belakang terminal ada sebuah jalan dengan nama Jalan Tagore. Nah… nama jalan Tagore itu ternyata diambil dari nama sahabat dekat Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro VII dari India yang bernama Rabindranath Tagore.


Foto inilah yang diperlihatkan Mas Apri kepada kami. Pojok kanan atas merupakan  Gedung Kavallerie-Artillerie pada saat itu.

Lanjut ke titik berikutnya kita menuju sebuah gedung kecil bergaya Belanda yang bertuliskan Kavallerie-Artillerie yang terletak di sebelah timur Pamedan Mangkunegaran. Gedung Kavallerie-Artilierie ini dibangun pada tahun 1874 semasa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV. Bangunan bersejarah yang memiliki gaya arsitektur Indische Empire ini dulunya digunakan sebagai tangsi Legiun Mangkunegaran.


Gedung Kavallerie-Artillerie tampak dari depan.
Foto saya ambil dari atas panggung terbuka di sebelah timur Pamedan Pura Mangkunegaran.

Kami melanjutkan langkah kaki menuju sebuah bangunan yang diberi nama Panti Putro yang terletak di samping Pura Mangkunegaran. Panti Putro merupakan tempat tinggal calon putra mahkota. Dan di sebelah barat terdapat bangunan yang disebut dengan Prangwedanan yang juga digunakan untuk kegiatan penunjang sang putra mahkota. Bedanya kalau Panti Putro untuk putra mahkota yang belum baligh (kanak-kanak hingga remaja). Sedangkan Prangwedanan untuk yang sudah baligh (Masa remaja menginjak dewasa). Di pendopo Prangwedanan sering diselenggarakan pertunjukan seni tari tradisional khas Mangkunegaran setiap Sabtu pon.



Seluruh peserta tour soerakartawalkingtour foto bersama di depan Panti Putro Pura Mangkunegaran.




Pagar depan bangunan Prangwedanan.

Di halaman Panti Putro mas Apri dan Mas Nino juga sedikit bercerita Mangkunegara VI yang mempunyai nama kecil Soeyitno. Mas Apri sempat memperlihatkan kepada kami foto beliau dari sebuah buku kecil lawas yang dibawa Mas Apri. Ya.. dikarenakan kedua guide tour kita ini punya sense of humor yang tinggi, ehh begitu memperlihatkan foto Mangkunegaran VI dari buku itu spontan Mas Apri bilang “lihat bayar 2 ribu…” Hha… Memang sesekali kita juga bercanda, jadi perjalanan menapaki jejak sejarah tempo dulu tidak terasa membosankan.


Foto K.G.P. Ad Ario Mangkunegara ke VI. 
Sumber: dari Buku koleksi pribadi Mas Apri (tour guide kami).

Tepat di siang hari yang terik kita sampai di titik selanjutnya, yaitu Taman Ujung Puri yang begitu sejuk. Sambil rehat dan ngadem sejenak kita mendapatkan keterangan dari Mas Apri bahwa Taman Ujung Puri ini dibuat untuk Gusti Noeroel. Dan untuk pertama kalinya saya tahu disudut Pura Mangkunegara ada sebuah taman kecil yang begitu hijau dan asri. Ya, karena letaknya berada di ujung dari Pura Mangkunegaran sehingga taman ini diberi julukan Taman Ujung Puri.





Taman Ujung Puri Pura Mangkunegaran.

Next… kita menuju Masjid Al-Wustho atau Masjid Mangkunegaran. Masjid ini dibangun secara modern pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunegara VII (1916-1944) dengan melibatkan arsitektur Belanda bernama Herman Thomas. Bangunan masjid memadukan arsitektur Jawa dan Eropa. Pemberian nama Al wustho pada masjid Mangkunegaran dilakukan pada tahun 1949 oleh Bopo Panghulu Puro Mangkunegaran Raden Tumenggung KH. Imam Rosidi.





Pintu gerbang menuju Masjid Al-Wustho.

Sebelum menujut titik terakhir sebetulnya ada sebuah bangunan peninggalan Pura Mangkunegaran. Tepatnya di pojok Perempatan Pura Mangkunegeran yang depannya ada Lokomotif kereta api itu lho… mungkin teman-teman ada yang tahu? Sayangnya saya terlewat menyimak…duuhh… maafkan saya ya teman-teman. (Oh barangkali nanti bisa DM Mas Apri kali ya… tanya-tanya lagi hhe…)

Oke, Titik terakhir soerakartawalkingtour kali ini adalah Monumen Persatuan Guru Republik Indonesia yang terletak di halaman SMPN 10 yang satu kompleks dengan SMPN 3 dan SMPN 5 Surakarta yang berbentuk sebuah tugu. Tak ada keterangan yang menjelaskan tentang tugu tersebut. Hanya di bagian lainnya dapat ditemukan prasasti bertuliskan huruf Jawa. Isinya semboyan Ki Hajar Dewantara, yakni 'Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani'. “PGRI” pertama kali dibentuk pada 25 November 1945 di Surakarta. Selain Monumen terdapat pula aula PGRI yang separuh berada di SMPN 3 dan separuhnya lagi di SMPN 10. Di aula itu lah dulu digunakan sebagai tempat Kongres PGRI pertama, menyusun AD/ART, membentuk kepengurusan.




Tugu Monumen PGRI

Aula PGRI

Oke Kawan… selesai sudah ya tour kali ini. Nah untuk teman-teman yang ingin ikut walkingtour keliling di kota Surakarta dan sekitarnya pantau saja terus Instagramnya #soerakartawalkingtour ya… Apa nama instagramnya Jo? Nama Instagramnya ya @soerakartawalkingtour hehe… :D

Dan… oh ya mohon koreksi ya teman-teman kalau ada kesalahan informasi, serta saran dan kritis senantiasa penulis terima dengan segala suka cita hehe…Maaf tulisannya masih berantakan. Sampai jumpa dicerita selanjutanya ya… ; )

#soerakartawalkingtour #Morethanajourney
Wassalamu’alaikum